Pengertian
Infeksi yaitu invasi dan pembiakan mikroorganisme di
jaringan tubuh, secara klinis tidak tampak atau timbul cedera selular lokal
akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel, atau respon
antigen-antibodi. (Dorland, 2002)
Radang atau inflamasi merupakan respon protektif
setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi
menghancurkan, mengurangi, atau mengurunng (sekuester) baik agen pencedera
maupun jaringan yang cedera itu. (Dorland, 2002)
Infeksi
Infeksi menembus permukaan kulit atau berasal dari
dalam tubuh. Gambaran klinisnya tergantung pada:
1.
Letaknya di
dalam kulit
2.
Sifat alami
organisme
3.
Sifat respon
tubuh terhadap organisme
Sebagian besar infeksi melalui jalan eksternal dengan
menembus barier kulit yang dapat menyebabkan lesi kulit saat organisme
menginfeksi tubuh lainnya dan menimbulkan bercak-bercak kulit. Infeksi dapat
disebabkan oleh berbagai macam organisme, seperti fungi, virus, bakteri,
protozoa dan virus metazoa. Banyak organisme yang hidup atau bahkan tumbuh di
dalam kulit tetapi tidak menimbulkan kerugian terhadap inang yang disebut
komensal, atau apabila organisme ini mengkonsumsi bahan-bahan yang mati maka
mereka disebut saprofit.
(Underwood, 1999)
Mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkan
organisme infeksius beraneka ragam, karena produk atau sekresi yang berbahaya
dari bakteri-bakteri. Jadi, sel hospes menerima rangsangan bahan kimia yang
mungkin bersifat toksik terhadap metabolisme atau terhadap keutuhan membran sel.
Sebagai tambahan, sering timbul respon peradangan dari hospes yang dapat
menyebabkan kerusakan kimiawi terhadap sel. Agen intraseluler misalnya virus
sering menyebabkan ruptura sel yang terinfeksi. Selanjutnya terjadi kerusakan
jaringan lokal. (Underwood, 1999)
Infeksi kronik adalah
infeksi yang virusnya secara kontinu dapat dideteksi, sering pada kadar
rendah, gejala klinis dapat ringan atau tidak terlihat. Terjadi akibat sejumlah
virus hewan, dan persistensi pada keadaan tertentu bergantung pada usia orang
saat terinfeksi. Pada infeksi kronik oleh virus RNA, populasi virus sering
mengalami banyak perubahan genetik dan antigenik.
Infeksi laten adalah
infeksi yang virusnya kebanyakan menetap dalam bentuk samar atau kriptik.
Penyakit klinis dapat timbul serangan akut intermiten; virus infeksius dapat
ditemukan selama timbulnya serangan tersebut.
Infeksi subklinik (tidak tampak) adalah
infeksi yang tidak memperlihatkan tanda jelas adanya infeksi.
(Brooks, 2007)
Radang
Peradangan ditandai oleh:
1.
Vasodilatasi
pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang
berlebihan
2.
Peningkatan
permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam
ruang intersisiel
3.
Seringkali
terjadi pembekuan cairan di dalam ruang intersisiel yang disebabkan oleh
fibrinogen dan protein yang lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah besar
4.
Migrasi
sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan
5.
Pembengkakan
sel jaringan
(Guyton, 2007)
Biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu
kejadiannya, antara lain:
1.
Radang akut
Yaitu reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam
waktu yang tidak lama
2.
Radang
kronis
Yaitu reaksi jaringan selanjutnya yang diperlama
mengikuti respon awal
Penyebab utama radang akut adalah:
·
Infeksi
mikrobial
Merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Virus
menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri
melepaskan endotoksin yang spesifik atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya
dengan dinding sel. Di samping itu, beberapa macam organisme, melalui reaksi
hipersensitivitas, dapat menyebabkan radang yang diperantarai imunologi.
·
Reaksi
hipersensitivitas
Terjadi bila perubahan kondisi respon imunologi
mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak
jaringan.
·
Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terrjadi pada proses radang
dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin
yang berlebihan (fostbite).
·
Bahan kimia
iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan,
asam, basa) akan merusak jaringan, yang kemudian akan memprovokasi terjadinya
proses radang. Di samping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan
kimiawi spesifik yang mengiritasi, dan langsung mengakibatkan radang.
·
Jaringan
nekrosis
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan
berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan
mengakibatkan terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan sendiri merupakan
stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering
memperlihatkan suatu respon radang akut.
(Underwood, 1999)
Proses peradangan
Salah satu efek pertama dari peradangan adalah
pembatasan (wall of) area yang cedera dari sisa jaringan yang tidak mengalami
radang. Ruang jaringan dan cairan limfatik di daerah yang meradang dihalangi
oleh bekuan fibrinogen, sehingga untuk sementara waktu hampir tidak ada cairan
yang melintasi ruangan. Proses pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau
produk toksik.
Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan dimulai,
makrofag telah ada di dalam jaringan dan segera memulai kerja fagositiknya.
Bila diaktifkan oleh produk infeksi dan peradangan, efek yang mula-mula terjadi
adalah pembengkakan setiap sel-sel ini dengan cepat. Selanjutnya, banyak
makrofag yang sebelumnya terikat kemudian lepas dari perlekatannya dan menjauh
mobil, membentuk lini pertama pertahanan tubuh terhadap infeksi selama beberapa
jam pertama.
Dalam beberapa jam setelah peradangan dimulai,
sejumlah besar netrofil dari darah mulai menginvasi daerah yang meradang. Hal
ini disebabkan oleh produk yang berasal dari jaringan yang meradang akan memicu
reaksi berikut:
1.
Produk
tersebut mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan netrofil
melekat pada dinding kapiler di area yang meradang. Efek ini disebut marginasi.
2.
Produk ini
menyebabkan longgarnya perlekatan interseluler antara sel endotel kapiler dan
sel endotel vanula kecil sehingga terbuka cukup lebar, dan memungkinkan
netrofil untuk melewatinya dengan cara diapedesis langsung dari darah ke dalam
ruang jaringan.
3.
Produk
peradangan lainnya akan menyebabkan kemotaksis netrofil menuju jaringan yang
cedera.
Jadi, dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya
kerusakan jaringan, tempat tersebut akan diisi oleh netrofil. Karena netrofil
darah telah berbentuk sel matur, maka sel-sel tersebut sudah siap untuk segera
memulai fungsinya untuk membunuh bakteri dan menyingkirkan bahan-bahan asing.
Dalam waktu beberapa jam sesudah dimulainya radang
akkut yang berat, jumlah netrofil di dalam darah kadang-kadang menigkat
sebanyak 4-5 kali lipat menjadi 15.000-25.000 netrofil per mikroliter. Keadaan
ini disebut netrofilia. Netrofilia disebabkan oleh produk peradangan yang
memasuki aliran darah, kemudian diangkut ke sumsum tulang, dan disitu bekerja
pada netrofil yang tersimpan dalam semsum untuk menggerakkan netrofil-netrofil
ini ke sirkulasi darah. Hal ini membuat lebih banyak lagi netrofil yang
tersedia di area jaringan yanng meradang.
Bersama dengan invasi netrofil, monosit dari darah
akan memasuki jaringan yang meradang dan membesar menjadi makrofag. Setelah
menginvasi jaringan yang meradang, monosit masih merupakan sel imatur, dan
memerlukan waktu 8 jam atau lebih untuk membengkak ke ukuran yang jauh lebih
besar dan membentuk lisosom dalam jumlah yang sangat banyak, barulah kemudian
mencapai kapasitas penuh sebagai makrofag jaringan untuk proses fagositosis.
Ternyata setelah beberapa hari hingga minggu, makrofag akhirnya datang dan
mendominasi sel-sel fagositik di area yang meradang, karena produksi monosit
baru yang sangat meningkat dalam sumsum tulang.
Pertahanan tubuh yang keempat adalah peningkatan hebat
produksi granulosit dan monosit oleh sumsum tulang. Hal ini disebabkan oleh
perangsangan sel-sel progenitor granulositik dan monositik di sumsum. Namun hal
tersebut memerlukan waktu 3-4 hari sebelum granulosit dan monosit yang baru
terbentuk ini mencapai tahap meninggalkan sumsum tulang. (Guyton, 2007)
Pembentukan pus
Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar
bakteri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua netrofil dan sebagian besar
makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang
meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan
nekrotik, netrofil mati, makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti
ini biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati
dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam pus secara bertahap akan mengalami
autokatalisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian produk akhirnya akan
diabsorpsi ke dalam jaringan sekitar dan cairan limfe hingga sebagian besar
tanda kerusakan jaringan telah hilang.
(Guyton, 2007)
Efek radang akut
Cairan dan eksudat seluler, keduanya dapat mempunyai
efek yang berguna. Manfaat cairan eksudat adalah sebagai berikut:
·
Mengencerkan
toksin
Pengenceran toksin yang diproduksi oleh bakteria akan
memungkinkan pembuangannya melalui saluran limfatik
·
Masuknya
antibodi
Akibat naiknya permeabilitas vaskuler, memugkinkan
antibodi masuk ke dalam rongga ekstravaskuler. Antibodi dapat mengakibatkan
lisisnya mikro-organisme dengan mengikutsertakan komplemen, atau mengakibat-kan
fagositosis melalui opsonisasi. Antibodi juga penting untuk
menetralisir toksin.
·
Transpor
obat
Seperti antibiotik ke tempat bakteri berkembang biak.
·
Pembentukan
fibrin
Dari eksudat fibrinogen dapat menghalangi gerakan
mikro-organsme, menangkapnya dan memberikan fasilitas terjadinya fagositosis.
·
Mengirim
nutrisi dan oksigen
Yang sangat penting untuk sel seperti neutrofil yang
mempunyai aktivitas metabolisme yang tinggi, yang dibantu dengan menaikkan
aliran cairan melalui daerah tersebut
·
Merangsang
respon imun
Dengan cara menyalurkan cairan eksudat ke dalam
saluran limfatik yang memungkinkan partikel dari larutan antigen mencapai
limfonodus regionalnya, dimana partikel dapat merangsang respon imun.
Pembebasan enzim-enzim lisosom oleh sel radang dapat
pula mempunyai efek yang merugikan, yaitu:
·
Mencerna
jaringan normal
Enzim-enzim seperti kolagenase, protease dapat
mencerna jaringan normal, yang menyebabkan kerusakan. Kondisi ini mungkin
terutama sebagai hasil kerusakan vaskuler, misalnya pada reaksi
hipersensitivitas tipe III.
·
Pembengkakan
Pembengkakan jaringan yang mengalami radang akut dapat
merugikan. Pembengkakan karena radang akan berbahaya apabila terjadi di dalam
ruang yang tertutup seperti rongga kepala.
·
Respon
radang yang tidak sesuai
Kadang-kadang respon radang akut tampak tidak sesuai,
seperti yang terjadi pada reaksi hipersensitivitas tipe I, dimana antigen di
sekitarnya berkemampuan menyebabkan reaksi yang tidak mengancam dan merugikan
individu. Pada respon radang karena alergi mungkin dapat mengancam hidupnya,
misalnya asma ekstrinsik.
B.
Analisis
Skenario
Akibat cedera
Warna kemerahan (rubor)
Diakibatkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah kecil
dalam daerah yang mengalami kerusakan.
Panas (kalor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer
tubuh (kulit). Peningkatan suhu ini diakibatkan karena meningkatnya aliran
darah sehingga sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada
daerah tersebut.
Bengkak (tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema dan kelompok
sel radang dalam jumlah sedikit yang masuk ke dalam daerah tersebut.
Nyeri (dolor)
Rasa nyeri diakibatkan oleh regangan dan distorsi
jaringan akibat edema dan terutama karena tekanan pus di dalam rongga abses.
Demam
Demam merupakan manifestasi sistemik yang paling
sering terjadi pada respon radang dan merupakan gejala utama penyakit infeksi.
Dalam kasus, Amir terkena demam setelah 3 hari, hal itu dapat terjadi
dikarenakan selama 3 hari tersebut terjadi infeksi pada luka yang dialaminya.
Tubuh memerlukan rentan waktu untuk melawan masuknya mikroorganisme patogen
yang dinamakan masa inkubasi. Zat-zat yang dapat menimbulkan demam, yaitu:
- Endotoksin
bakteri gram negatif
- Sitokin yang
dilepaskan dari sel-sel limfoid
Mekanisme demam antara lain:
Aktivator (mikroba, toksin, kompleks antigen-antibodi,
proses radang; dll) → menginduksi fagosit MN dan sel lain → melepaskan
interleukin-1 → pusat pengatur suhu (hipotalamus) melalui darah → respon
fisiologik → demam
Vulnus excoriatum
Vulnus Amir tidak berbau karena tidak adanya
pembusukan protein. Berbau atau tidaknya luka dipengaruhi oleh bakteri piogenik
yang dapat mengeluarkan gas. Selain itu bakteri piogenik juga menimbulkan pus
dan menyebabkan pus berwarna kehijauan.
Komposisi vulnus yaitu:
1.
Fibrin
2.
Darah
3.
Jaringan
nekrosis
4.
Dll
Penanganan luka
Prinsipnya adalah pada luka bersih tidak perlu diberikan
antibiotik dan pada luka kotor maka perlu diberikan antibiotik. Tindakan
penanganan luka harus dilakukan sesuai teknik aseptik (steril).
1.
Bersihkan
tepi luka menggunakan alkohol
2.
Lanjutkan
dengan pemakaian desinfektan seperti betadine pada luka
3.
Balut luka
agar tidak terjadi infeksi lebih lanjut
Pemeriksaan mikroskopis dan kultur kuman
Tujuannya adalah memberikan indikasi awal dan penting
berkenaan dengan sifat organisme penginfeksi sehingga membantu pemilihan obat
antimikroba.
Kultur kuman yaitu pemiaraan kuman, sehingga
sewaktu-waktu perlu, kuman atau bakteri itu selalu tersedia. Jika mengambil
bahan dari salah satu koloni, kemudian bahan itu ditanam pada medium baru yang
steril, maka bahan itu akan tumbuh menjadi koloni yang murni asalkan pekerjaan
pemindahan itu dilakukan dengan cermat menurut teknik aseptik.
Pengambilan sampel jaringan
Eksudat yang terkumpul harus diaspirasi dengan teknik
aseptik. Jika materi secara jelas terlihat purulen, apusan dan biakan dibuat
secara langsung. Jika cairan jernih, dapat disentrifugasi pada kecepatan tinggi
selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk apusan selama 10 menit dan sedimen
digunakan untuk apusan dan biakan yang diwarnai. Metode biakan yang digunakan
harus cocok untuk pertumbuhan organisme yang dicurigai berdasarkan gejala dan
tanda klinis demikian juga bakteri pirogen yang sering ditemukan.
Presentase sel PMN dalam darah
Total jumlah sel darah putih pada orang dewasa adalah
7000 sel/mikroliter.
Netrofil
: 62,0%
Monosit : 5,3%
Eosinofil
: 2,3
%
Limfosit : 30,0 %
Basofil
: 0,4%
(Guyton, 2007)
Perbedaan radang akut dan kronis
Radang akut
|
Radang kronis
|
- Respon terhadap gangguan
bersifat cepat dan langsung
- Terjadi 2-3 hari
- Jumlah sel darah putih
(PMN) meningkat
|
-
Respon bersifat lama
-
Hitungan dalam minggu-bulan
-
Terdapat sel MN
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar