Kamis, 17 Oktober 2013

Infeksi


Pengertian
Infeksi yaitu invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis tidak tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel, atau respon antigen-antibodi. (Dorland, 2002)
Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurunng (sekuester) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. (Dorland, 2002)
Infeksi
Infeksi menembus permukaan kulit atau berasal dari dalam tubuh. Gambaran klinisnya tergantung pada:
1.      Letaknya di dalam kulit
2.      Sifat alami organisme
3.      Sifat respon tubuh terhadap organisme
Sebagian besar infeksi melalui jalan eksternal dengan menembus barier kulit yang dapat menyebabkan lesi kulit saat organisme menginfeksi tubuh lainnya dan menimbulkan bercak-bercak kulit. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai macam organisme, seperti fungi, virus, bakteri, protozoa dan virus metazoa. Banyak organisme yang hidup atau bahkan tumbuh di dalam kulit tetapi tidak menimbulkan kerugian terhadap inang yang disebut komensal, atau apabila organisme ini mengkonsumsi bahan-bahan yang mati maka mereka disebut saprofit.
(Underwood, 1999)
Mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkan organisme infeksius beraneka ragam, karena produk atau sekresi yang berbahaya dari bakteri-bakteri. Jadi, sel hospes menerima rangsangan bahan kimia yang mungkin bersifat toksik terhadap metabolisme atau terhadap keutuhan membran sel. Sebagai tambahan, sering timbul respon peradangan dari hospes yang dapat menyebabkan kerusakan kimiawi terhadap sel. Agen intraseluler misalnya virus sering menyebabkan ruptura sel yang terinfeksi. Selanjutnya terjadi kerusakan jaringan lokal. (Underwood, 1999)
Infeksi kronik adalah infeksi  yang virusnya secara kontinu dapat dideteksi, sering pada kadar rendah, gejala klinis dapat ringan atau tidak terlihat. Terjadi akibat sejumlah virus hewan, dan persistensi pada keadaan tertentu bergantung pada usia orang saat terinfeksi. Pada infeksi kronik oleh virus RNA, populasi virus sering mengalami banyak perubahan genetik dan antigenik.
Infeksi laten adalah infeksi yang virusnya kebanyakan menetap dalam bentuk samar atau kriptik. Penyakit klinis dapat timbul serangan akut intermiten; virus infeksius dapat ditemukan selama timbulnya serangan tersebut.
Infeksi subklinik (tidak tampak) adalah infeksi yang tidak memperlihatkan tanda jelas adanya infeksi.
(Brooks, 2007)
Radang
Peradangan ditandai oleh:
1.      Vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan
2.      Peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam ruang intersisiel
3.      Seringkali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang intersisiel yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein yang lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah besar
4.      Migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan
5.      Pembengkakan sel jaringan
(Guyton, 2007)
Biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadiannya, antara lain:
1.      Radang akut
Yaitu reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama
2.      Radang kronis
Yaitu reaksi jaringan selanjutnya yang diperlama mengikuti respon awal
Penyebab utama radang akut adalah:
·         Infeksi mikrobial
Merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan endotoksin yang spesifik atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Di samping itu, beberapa macam organisme, melalui reaksi hipersensitivitas, dapat menyebabkan radang yang diperantarai imunologi.
·         Reaksi hipersensitivitas
Terjadi bila perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
·         Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terrjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebihan (fostbite).
·         Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan, yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Di samping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi, dan langsung mengakibatkan radang.


·         Jaringan nekrosis
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respon radang akut.
(Underwood, 1999)
Proses peradangan
Salah satu efek pertama dari peradangan adalah pembatasan (wall of) area yang cedera dari sisa jaringan yang tidak mengalami radang. Ruang jaringan dan cairan limfatik di daerah yang meradang dihalangi oleh bekuan fibrinogen, sehingga untuk sementara waktu hampir tidak ada cairan yang melintasi ruangan. Proses pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau produk toksik.
Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan dimulai, makrofag telah ada di dalam jaringan dan segera memulai kerja fagositiknya. Bila diaktifkan oleh produk infeksi dan peradangan, efek yang mula-mula terjadi adalah pembengkakan setiap sel-sel ini dengan cepat. Selanjutnya, banyak makrofag yang sebelumnya terikat kemudian lepas dari perlekatannya dan menjauh mobil, membentuk lini pertama pertahanan tubuh terhadap infeksi selama beberapa jam pertama.
Dalam beberapa jam setelah peradangan dimulai, sejumlah besar netrofil dari darah mulai menginvasi daerah yang meradang. Hal ini disebabkan oleh produk yang berasal dari jaringan yang meradang akan memicu reaksi berikut:
1.      Produk tersebut mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan netrofil melekat pada dinding kapiler di area yang meradang. Efek ini disebut marginasi.
2.      Produk ini menyebabkan longgarnya perlekatan interseluler antara sel endotel kapiler dan sel endotel vanula kecil sehingga terbuka cukup lebar, dan memungkinkan netrofil untuk melewatinya dengan cara diapedesis langsung dari darah ke dalam ruang jaringan.
3.      Produk peradangan lainnya akan menyebabkan kemotaksis netrofil menuju jaringan yang cedera.
Jadi, dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya kerusakan jaringan, tempat tersebut akan diisi oleh netrofil. Karena netrofil darah telah berbentuk sel matur, maka sel-sel tersebut sudah siap untuk segera memulai fungsinya untuk membunuh bakteri dan menyingkirkan bahan-bahan asing.
Dalam waktu beberapa jam sesudah dimulainya radang akkut yang berat, jumlah netrofil di dalam darah kadang-kadang menigkat sebanyak 4-5 kali lipat menjadi 15.000-25.000 netrofil per mikroliter. Keadaan ini disebut netrofilia. Netrofilia disebabkan oleh produk peradangan yang memasuki aliran darah, kemudian diangkut ke sumsum tulang, dan disitu bekerja pada netrofil yang tersimpan dalam semsum untuk menggerakkan netrofil-netrofil ini ke sirkulasi darah. Hal ini membuat lebih banyak lagi netrofil yang tersedia di area jaringan yanng meradang.
Bersama dengan invasi netrofil, monosit dari darah akan memasuki jaringan yang meradang dan membesar menjadi makrofag. Setelah menginvasi jaringan yang meradang, monosit masih merupakan sel imatur, dan memerlukan waktu 8 jam atau lebih untuk membengkak ke ukuran yang jauh lebih besar dan membentuk lisosom dalam jumlah yang sangat banyak, barulah kemudian mencapai kapasitas penuh sebagai makrofag jaringan untuk proses fagositosis. Ternyata setelah beberapa hari hingga minggu, makrofag akhirnya datang dan mendominasi sel-sel fagositik di area yang meradang, karena produksi monosit baru yang sangat meningkat dalam sumsum tulang.
Pertahanan tubuh yang keempat adalah peningkatan hebat produksi granulosit dan monosit oleh sumsum tulang. Hal ini disebabkan oleh perangsangan sel-sel progenitor granulositik dan monositik di sumsum. Namun hal tersebut memerlukan waktu 3-4 hari sebelum granulosit dan monosit yang baru terbentuk ini mencapai tahap meninggalkan sumsum tulang. (Guyton, 2007)
Pembentukan pus
Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam pus secara bertahap akan mengalami autokatalisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke dalam jaringan sekitar dan cairan limfe hingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah hilang.
(Guyton, 2007)
Efek radang akut
Cairan dan eksudat seluler, keduanya dapat mempunyai efek yang berguna. Manfaat cairan eksudat adalah sebagai berikut:
·         Mengencerkan toksin
Pengenceran toksin yang diproduksi oleh bakteria akan memungkinkan pembuangannya melalui saluran limfatik
·         Masuknya antibodi
Akibat naiknya permeabilitas vaskuler, memugkinkan antibodi masuk ke dalam rongga ekstravaskuler. Antibodi dapat mengakibatkan lisisnya mikro-organisme dengan mengikutsertakan komplemen, atau mengakibat-kan   fagositosis melalui opsonisasi. Antibodi juga penting untuk menetralisir toksin.
·         Transpor obat
Seperti antibiotik ke tempat bakteri berkembang biak.
·         Pembentukan fibrin
Dari eksudat fibrinogen dapat menghalangi gerakan mikro-organsme, menangkapnya dan memberikan fasilitas terjadinya fagositosis.


·         Mengirim nutrisi dan oksigen
Yang sangat penting untuk sel seperti neutrofil yang mempunyai aktivitas metabolisme yang tinggi, yang dibantu dengan menaikkan aliran cairan melalui daerah tersebut
·         Merangsang respon imun
Dengan cara menyalurkan cairan eksudat ke dalam saluran limfatik yang memungkinkan partikel dari larutan antigen mencapai limfonodus regionalnya, dimana partikel dapat merangsang respon imun.
Pembebasan enzim-enzim lisosom oleh sel radang dapat pula mempunyai efek yang merugikan, yaitu:
·         Mencerna jaringan normal
Enzim-enzim seperti kolagenase, protease dapat mencerna jaringan normal, yang menyebabkan kerusakan. Kondisi ini mungkin terutama sebagai hasil kerusakan vaskuler, misalnya pada reaksi hipersensitivitas tipe III.
·         Pembengkakan
Pembengkakan jaringan yang mengalami radang akut dapat merugikan. Pembengkakan karena radang akan berbahaya apabila terjadi di dalam ruang yang tertutup seperti rongga kepala.
·         Respon radang yang tidak sesuai
Kadang-kadang respon radang akut tampak tidak sesuai, seperti yang terjadi pada reaksi hipersensitivitas tipe I, dimana antigen di sekitarnya berkemampuan menyebabkan reaksi yang tidak mengancam dan merugikan individu. Pada respon radang karena alergi mungkin dapat mengancam hidupnya, misalnya asma ekstrinsik.

B.   Analisis Skenario
Akibat cedera
Warna kemerahan (rubor)
Diakibatkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.
Panas (kalor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer tubuh (kulit). Peningkatan suhu ini diakibatkan karena meningkatnya aliran darah sehingga sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada daerah tersebut.
Bengkak (tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema dan kelompok sel radang dalam jumlah sedikit yang masuk ke dalam daerah tersebut.
Nyeri (dolor)
Rasa nyeri diakibatkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama karena tekanan pus di dalam rongga abses.
Demam
Demam merupakan manifestasi sistemik yang paling sering terjadi pada respon radang dan merupakan gejala utama penyakit infeksi. Dalam kasus, Amir terkena demam setelah 3 hari, hal itu dapat terjadi dikarenakan selama 3 hari tersebut terjadi infeksi pada luka yang dialaminya. Tubuh memerlukan rentan waktu untuk melawan masuknya mikroorganisme patogen yang dinamakan masa inkubasi. Zat-zat yang dapat menimbulkan demam, yaitu:
-          Endotoksin bakteri gram negatif
-          Sitokin yang dilepaskan dari sel-sel limfoid

Mekanisme demam antara lain:
Aktivator (mikroba, toksin, kompleks antigen-antibodi, proses radang; dll) → menginduksi fagosit MN dan sel lain → melepaskan interleukin-1 → pusat pengatur suhu (hipotalamus) melalui darah → respon fisiologik → demam
Vulnus excoriatum
Vulnus Amir tidak berbau karena tidak adanya pembusukan protein. Berbau atau tidaknya luka dipengaruhi oleh bakteri piogenik yang dapat mengeluarkan gas. Selain itu bakteri piogenik juga menimbulkan pus dan menyebabkan pus berwarna kehijauan.
Komposisi vulnus yaitu:
1.      Fibrin
2.      Darah
3.      Jaringan nekrosis
4.      Dll
Penanganan luka
Prinsipnya adalah pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka kotor maka perlu diberikan antibiotik. Tindakan penanganan luka harus dilakukan sesuai teknik aseptik (steril).
1.      Bersihkan tepi luka menggunakan alkohol
2.      Lanjutkan dengan pemakaian desinfektan seperti betadine pada luka
3.      Balut luka agar tidak terjadi infeksi lebih lanjut
Pemeriksaan mikroskopis dan kultur kuman
Tujuannya adalah memberikan indikasi awal dan penting berkenaan dengan sifat organisme penginfeksi sehingga membantu pemilihan obat antimikroba.
Kultur kuman yaitu pemiaraan kuman, sehingga sewaktu-waktu perlu, kuman atau bakteri itu selalu tersedia. Jika mengambil bahan dari salah satu koloni, kemudian bahan itu ditanam pada medium baru yang steril, maka bahan itu akan tumbuh menjadi koloni yang murni asalkan pekerjaan pemindahan itu dilakukan dengan cermat menurut teknik aseptik.
Pengambilan sampel jaringan
Eksudat yang terkumpul harus diaspirasi dengan teknik aseptik. Jika materi secara jelas terlihat purulen, apusan dan biakan dibuat secara langsung. Jika cairan jernih, dapat disentrifugasi pada kecepatan tinggi selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk apusan selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk apusan dan biakan yang diwarnai. Metode biakan yang digunakan harus cocok untuk pertumbuhan organisme yang dicurigai berdasarkan gejala dan tanda klinis demikian juga bakteri pirogen yang sering ditemukan.
Presentase sel PMN dalam darah
Total jumlah sel darah putih pada orang dewasa adalah 7000 sel/mikroliter.
Netrofil           : 62,0%                        Monosit           : 5,3%
Eosinofil          : 2,3 %                         Limfosit          : 30,0 %
Basofil             : 0,4%
(Guyton, 2007)
Perbedaan radang akut dan kronis
Radang akut
Radang kronis
-          Respon terhadap gangguan bersifat cepat dan langsung
-          Terjadi 2-3 hari
-          Jumlah sel darah putih (PMN) meningkat
-          Respon bersifat lama

-          Hitungan dalam minggu-bulan
-          Terdapat sel MN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar