Rabu, 02 Oktober 2013

Komunikasi terapeutik pasien post dan pra operasi


KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADA PASIEN PRE DAN POST OPERASI

A. PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

1. KOMUNIKASI VERBAL
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1.      Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana. Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
                              
4. Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

6. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.


2. KOMUNIKASI NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara Pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.

2. Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.

3. Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh da suara perawat.

4. Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.

5. Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.

6. Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.

B.    KOMUNIKASI  TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :

a.Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.
b.Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c.Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
d.Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.

Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
a.Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan   pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
b.Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c.Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
A. Komponen Komunikasi Terapeutik
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid,1998) :
a. Pengirim               :   yang menjadi asal dari pesan.
b. Pesan                              : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada    penerima.
c. Penerima                          : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh    pesan.
d. Umpan balik        :  respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
e.Konteks tatanan di mana komunikasi terjadi.

Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi. Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani,2005).
a. Kejujuran (trustworthy).
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.

b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.

c.Bersikap positif.
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.

d.Empati bukan simpati.
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.

e.Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.

f.Menerima klien apa adanya.
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.

g. Sensitif terhadap perasaan klien.
Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.

h.
Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri.
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.

B. Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu:
(1) fase preinteraksi;
(2) fase perkenalan atau orientasi;
(3) fase kerja; dan
(4) fase terminasi (Suryani,2005).

Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1) Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3) Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)
Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat  bertemu dengan klien.

b. Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1) Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2) Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan.
3) Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
4) Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
a)      Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
b)      Memperkenalkan diri perawat
c)      Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
d)      Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
e)      Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
f)        Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.

c.Fase kerja.

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik. Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).

d.
Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:

1)Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2)Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b) Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.

C.Sikap Komunikasi Terapeutik.
Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
1.Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2.Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
4.Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5.Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien. Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang, memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

D.Teknik Komunikasi Terapeutik.

Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998) yaitu :
1.Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
2.Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.
Hubungan kerjasama Perwat – Klien yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Jarak yang baik utk komunikasi terapeutik adalah 50 – 120 cm, tidak dibatasi oleh meja. 
E. Hambatan dalam berkomunikasi :
1)      Pemberian nasehat
2)      Menentramkan hati
3)      Mengalihkan pembicaraan pada saat yang mengancam
4)      Membuat penilaian terhadap perilaku klien
5)      Perilaku yang berfokus pada diri perawat
6)      Memberikan pengarahan atau petunjuk yg harus diikuti
7)      Pertanyaan yang berlebihan tanpa memperhatikan kesiapan klien
8)      Memberikan komentar klise atau stereotype
F. Tolak ukur keberhasilan komunikasi :
1)      Keprcayaan penerima pasien
2)      Daya tarik pesan dan kesesuaian kebutuhan
3)      Pemahaman yang sama
4)      Kemampuan komunikan menafsirkan pesan
5)      Setting komunikasi yang kondusif
6)      Metode dan media penyampaian yang sesuai

1.    Tinjauan Tentang Kecemasan

A. Pengertian
Kecemasan (anxietas) merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan pasien. Maka tak heran jika sering kali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan pembiusan.
B.     Penyebab Kecemasan
1.Faktor predisposisi
1)        Teory psikoanalitik
Menurut Freud, struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen yaitu id, ego, dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego. Kecemasan merupakan konflik emosional antara id dan super ego yang berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi.
2)        Teori interpersonal
Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal, hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berhahaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan.
3)        Teori perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan para ahli perilaku menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan dorongan, keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupanya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan kecemasan yang berat pada kehidupan yang berat dan pada kehidupan masa dewasanya
4)        Teori biologis
Dari penyelidikan-penyelidikan telah dibuktikan bahwa kemampuan untuk mengalami suatu emosi tidak hanya tergantung dari kadar adrenalin yang meningkat tetapi jenis emosi yang dialami dan diperhatikan tergantung, dari faktor-faktor dan stimulus dalam lingkungan.
2.Faktor presipitasi
1)        Ancaman integritas diri
Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi infeksi virus dan bakteri, polusi lingkungan, sampah. rumah dan makanan juga pakaian dan trauma fisik. Faktor internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologi seperti sistem kekebalan, pengaturan suhu dan jantung, serta perubahan biologis.
2)        Ancaman sistem diri
Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status atau peran. Faktor eksternal yang mempengaruhi harga diri adalah kehilangan, dilematik, tekanan dalam kelompok sosial maupun budaya.
3.Karakteristik tingkat kecemasan
a)      Kecemasan ringan
1)        Fisik: Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, gejala ringan berkeringat.
2)        Kognitif : Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah aktual.
3)        Perilaku dan emosi: Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi
b)      Kecemasan sedang
1)    Fisik: Sering nafas pendek, nadi ekstra sistole, tekanan darah meningkat. Mulut kering, anoreksia, diare atau kontipasi,gelisah
2)    Kognitif : Lapang persepsi meningkat, tidak mampu menerima rangsang lagi, berfokus pada apa yang menjadi perhatianya
3)    Perilaku dan emosi: Gerakan ntersentak-sentak, meremas tangan,bicara lebih banyak dan cepat,susah tidur dan perasaan tidak aman
c)      Kecemasan berat
1)    Fisik: Nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.
2)    Kognitif : Lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
3)    Perilaku dan emosi: Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat.
d)      Panik
1)    Fisik: Nafas pendek. rasa tercekik dan palpitasi sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah.
2)    Kognitif : Lapangpersepsi sangat menyempit tidak dapat berpikir logis.
3)    Perilaku dan emosi: Agitasi, mengamuk, marah ketakutan, berteriak, blocking, kehilangan kontrol diri, persepsi datar.
5.Ukuran skala kecemasan
Ukuran skala kecemasan rentang respon kecemasan dapat ditentukan dengan gejala yang ada dengan menggunakan Hamilton anxietas rating scale (Stuart & Sundeen,1991) dengan skala HARS terdiri dari 14 Komponen yaitu :
1.      Perasaan Cemas meliputi Cemas, takut, mudah tersinggung dan firasat buruk.
2.      Ketegangan meliputi lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah, mudah terkejut dan mudah menangis.
3.      Ketakutan meliputi akan gelap, ditinggal sendiri, orang asing, binatang besar, keramaian lalulintas, kerumunan orang banyak.
4.      Gangguan Tidur meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidak puas, bangun lesu, sering mimpi buruk, dan mimpi menakutkan.
5.      Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk.
6.      Perasaan depresi meliputi kehilangan minat , sedih, bangun dini hari, berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah – ubah sepanjang hari.
7.      Gejala somatic meliputi nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi gemertak, suara tidak stabil.
8.      Gejala Sensorik meliputi tinnitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemas, perasaan di tusuk – tusuk.
9.      Gejala kardiovakuler meliputi tachicardi , berdebar – debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap.
10.  Gejala Pernapasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, merasa napas pendek atau sesak, sering menarik napas panjang.
11.  Gejala Saluran Pencernaan makanan meliputi sulit menelan, mual, muntah, enek, konstipasi, perut melilit, defekasi lembek, gangguan pemcernaan, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, rasa panas di perut, berat badan menurun, perut terasa panas atau kembung.
12.  Gejala Urogenital meliputi sering kencing, tidak dapat menahan kencing.
13.  Gejala Vegetatif atau Otonom meliputi mulut kering, muka kering, mudah berkeringat , sering pusing atau sakit kepala, bulu roma berdiri
14.  Perilaku sewaktu wawancara meliputi gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah
Adapun cara penilaiannya adalah dengan sistem scoring yaitu :
·         Nilai 0 = Tidak ada gejala
·         Nilai 1 = Gejala Ringan (Satu gejala dari pilihan yang ada)
·         Nilai 2 = Gejala Sedang (separo dari gejala yang ada).
·         Nilai 3 = Gejala Berat (Lebih dari separo gejala yang ada)
·         Nilai 4 = Gejala Berat Sekali (Semua gejala ada)
Bila :
·         Skor kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan
·         Skor 14 – 20 = Kecemasan ringan.
·         Skor 21 – 27 = Kecemasan sedang
·         Skor 28 – 41 = Kecemasan berat
·         Skor 42 – 56 = Kecemasan berat sekali
1.      Mekanisme koping
Ketika mengalami kecemasan individu menggunakan bermacam-macam mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dalam bentuk ringan, mekanisme koping, dapat diatasi dengan menangis. tidur. tertawa, olah raga, melamun, dan merokok. Reaksi Orientasi
Pemecahan masalah secara sadar yang berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stres secara realistik, dapat berupa konstruktif atau destruktif :
1)      Perilaku menyerang (agresif), biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan.
2)      Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber ancaman baik secara fisik maupun psikologis.
3)      Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah tujuan atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar