KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADA PASIEN PRE DAN POST OPERASI
A. PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan
proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry
(1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal,
interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal
yang terapeutik.
Komunikasi
interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau
dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang
sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan,
dan pertumbuhan personal.
Menurut Potter dan
Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga
jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan
secara terapeutik.
1. KOMUNIKASI VERBAL
Jenis komunikasi yang
paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat
atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga
untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang.
Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu
untuk berespon secara langsung.
Komunikasi Verbal yang
efektif harus:
1.
Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif
harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan
makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan
berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa
membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari
pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa,
bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang
mengekspresikan ide secara sederhana. Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa
nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian
yang anda rasakan tidak enak.”
2. Perbendaharaan Kata
Komunikasi tidak akan
berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak
istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini
digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti
petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan
mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah
sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.
3. Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif
memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti
konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi
perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati
kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih
kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting
ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4. Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo
bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang
lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien.
Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas.
Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada
pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat
dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya,
menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat
juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau
terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
5. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat
penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak
waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara
jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan
secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu
untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika
pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
6. Humor
Dugan (1989) mengatakan
bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan
oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan
emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor
merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi
relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak
enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
2. KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal
adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling
meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari
pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti
terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan
kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:
1. Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya
tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara Pembicara dengan lawan
bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan
sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang
menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum
ketika sedang marah.
2. Penampilan Personal
Penampilan seseorang
merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi
interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama.
Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan
penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara
berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama,
budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat
menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat
mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang
diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang
perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat,
tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya
terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.
3. Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara
mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi
seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus
menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk
menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh da
suara perawat.
4. Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian
menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah:
terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan
sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata
sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak
mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan
memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak
memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika
berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak
mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5. Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah
menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat
mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah
klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat,
atau fraktur.
6. Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan
emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan
bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan
norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien,
seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu
memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung
kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk
menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl
(1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu
klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan
diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.
B.
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997).
Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang
digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
Menurut Stuart dan
Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada
pertumbuhan klien meliputi :
a.Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.
b.Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c.Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
d.Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan personal yang realistik.
Tujuan komunikasi
terapeutik adalah :
a.Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
b.Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya.
c.Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
A. Komponen Komunikasi
Terapeutik
Model struktural dari
komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid,1998) :
a. Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
b. Pesan : suatu unit
informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
c. Penerima : yang mempersepsikan
pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
d. Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim
pesan.
e.Konteks tatanan di
mana komunikasi terjadi.
Jika perawat
mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka
masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat
diidentifikasi. Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari
seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani,2005).
a. Kejujuran
(trustworthy).
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang
bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling
percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi
yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
b. Tidak membingungkan dan
cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah
dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal
yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.
c.Bersikap positif.
Bersikap positif dapat
ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap
klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan,
ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
d.Empati bukan simpati.
Sikap empati sangat
diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu
merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan
alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan
permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut
sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap
simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena
dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.
e.Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.
Dalam memberikan asuhan
keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam
Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat
harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu
perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam
mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa
dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal,
karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah
klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak
klien.
f.Menerima klien apa adanya.
Jika seseorang diterima
dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan
intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan
nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima
klien apa adanya.
g. Sensitif terhadap
perasaan klien.
Tanpa kemampuan ini
hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif
perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung
perasaan klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri.
Seseorang yang selalu
menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu
berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien,
jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.
B. Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.
Struktur dalam
komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu:
(1) fase preinteraksi;
(2) fase perkenalan
atau orientasi;
(3) fase kerja; dan
(4) fase terminasi
(Suryani,2005).
Dalam setiap fase
terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa
persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini
yaitu :
1) Mengeksplorasi
perasaan,harapan dan kecemasannya;
2) Menganalisa kekuatan
dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan
dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu
belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3) Mengumpulkan data
tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4) Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
4) Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
b. Fase orientasi
Fase ini dimulai pada
saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan
klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan
langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada
tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan
penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1) Membina hubungan saling
percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina
hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima
klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2) Merumuskan kontrak
bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat,
waktu dan topik pertemuan.
3) Menggali perasaan dan
pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien
mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan
terbuka.
4) Merumuskan tujuan
dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila
tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi
(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
a)
Memberikan salam
terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
b)
Memperkenalkan diri
perawat
c)
Menyepakati kontrak.
Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat,
dan lamanya pertemuan.
d)
Melengkapi kontrak.
Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas
serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
e)
Evaluasi dan validasi.
Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien
meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian
lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui
kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
f)
Menyepakati masalah.
Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
klien.
Selanjutnya setiap awal
pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah
memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien
saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan
inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik. Tahap ini perawat bersama
klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Perawat dan klien mengeksplorasi
stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,
perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana
asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering
digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif,
refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996,
dikutip dari Suryani, 2005).
d. Fase terminasi
Fase ini merupakan fase
yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada
pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi
dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat
klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses
keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini
dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan.
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1)Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2)Terminasi akhir,
terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a) Mengevaluasi pencapaian
tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif.
Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan
tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan
dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b) Melakukan evaluasi
subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau
setelah melakukan tindakan tertentu.
c) Menyepakati tindak
lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut
pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan
dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan
berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses
keperawatan dalam 24 jam.
d) Membuat kontrak untuk
pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan
tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir,
adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah
dicapai selama interaksi.
C.Sikap Komunikasi Terapeutik.
Lima sikap atau cara
untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang
terapeutik menurut Egan, yaitu :
1.Berhadapan. Artinya
dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2.Mempertahankan kontak
mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.Membungkuk ke arah
klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar
sesuatu.
4.Mempertahankan sikap
terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi.
5.Tetap rileks. Tetap
dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi
respon kepada klien. Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat
teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998)
mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas
bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan
kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah
dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak
sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang, memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan
antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang
dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non
verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat
dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin,
usia dan harapan.
D.Teknik Komunikasi
Terapeutik.
Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998) yaitu :
1.Semua komunikasi
harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
2.Komunikasi yang
menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan
saran, informasi maupun masukan.
Hubungan kerjasama
Perwat – Klien yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Jarak yang baik
utk komunikasi terapeutik adalah 50 – 120 cm, tidak dibatasi oleh meja.
E. Hambatan dalam berkomunikasi :
1) Pemberian nasehat
2) Menentramkan hati
3) Mengalihkan pembicaraan pada saat yang mengancam
4) Membuat penilaian terhadap perilaku klien
5) Perilaku yang berfokus pada diri perawat
6) Memberikan pengarahan atau petunjuk yg harus diikuti
7) Pertanyaan yang berlebihan tanpa memperhatikan kesiapan klien
8) Memberikan komentar klise atau stereotype
F. Tolak ukur keberhasilan komunikasi :
1)
Keprcayaan penerima
pasien
2)
Daya tarik pesan dan
kesesuaian kebutuhan
3)
Pemahaman yang sama
4)
Kemampuan komunikan
menafsirkan pesan
5)
Setting komunikasi yang
kondusif
6)
Metode dan media
penyampaian yang sesuai
1. Tinjauan Tentang Kecemasan
A. Pengertian
Kecemasan (anxietas) merupakan
respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh
semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Tindakan operasi atau
pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. berbagai
kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan pasien. Maka tak
heran jika sering kali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak
berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami
biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien
dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan
pembiusan.
B. Penyebab Kecemasan
1.Faktor predisposisi
1)
Teory psikoanalitik
Menurut Freud, struktur
kepribadian terdiri dari tiga elemen yaitu id, ego, dan super ego. Id
melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan
ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego.
Kecemasan merupakan konflik emosional antara id dan super ego yang berfungsi
untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi.
2)
Teori interpersonal
Kecemasan terjadi dari
ketakutan akan penolakan interpersonal, hal ini juga dihubungkan dengan trauma
pada masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang
menjadi tidak berhahaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya
sangat mudah untuk mengalami kecemasan.
3)
Teori perilaku
Kecemasan merupakan
hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan para ahli perilaku menganggap kecemasan
merupakan suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan dorongan, keinginan untuk
menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal
kehidupanya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan
kemungkinan kecemasan yang berat pada kehidupan yang berat dan pada kehidupan
masa dewasanya
4) Teori
biologis
Dari penyelidikan-penyelidikan
telah dibuktikan bahwa kemampuan untuk mengalami suatu emosi tidak hanya
tergantung dari kadar adrenalin yang meningkat tetapi jenis emosi yang dialami
dan diperhatikan tergantung, dari faktor-faktor dan stimulus dalam lingkungan.
2.Faktor presipitasi
1)
Ancaman integritas diri
Meliputi ketidakmampuan
fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar. Hal ini dipengaruhi oleh
faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi infeksi virus dan
bakteri, polusi lingkungan, sampah. rumah dan makanan juga pakaian dan trauma
fisik. Faktor internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologi seperti sistem
kekebalan, pengaturan suhu dan jantung, serta perubahan biologis.
2)
Ancaman sistem diri
Meliputi ancaman
terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal, kehilangan
serta perubahan status atau peran. Faktor eksternal yang mempengaruhi harga
diri adalah kehilangan, dilematik, tekanan dalam kelompok sosial maupun budaya.
3.Karakteristik tingkat
kecemasan
a) Kecemasan ringan
1) Fisik:
Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, gejala ringan
berkeringat.
2) Kognitif
: Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsang kompleks, konsentrasi pada
masalah, menyelesaikan masalah aktual.
3) Perilaku
dan emosi: Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, suara
kadang-kadang meninggi
b) Kecemasan sedang
1) Fisik: Sering nafas pendek, nadi
ekstra sistole, tekanan darah meningkat. Mulut kering, anoreksia, diare atau
kontipasi,gelisah
2) Kognitif : Lapang persepsi
meningkat, tidak mampu menerima rangsang lagi, berfokus pada apa yang menjadi
perhatianya
3) Perilaku dan emosi: Gerakan
ntersentak-sentak, meremas tangan,bicara lebih banyak dan cepat,susah tidur dan
perasaan tidak aman
c) Kecemasan berat
1) Fisik: Nafas pendek nadi dan
tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan
ketegangan.
2) Kognitif : Lapang persepsi sangat
sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
3) Perilaku dan emosi: Perasaan
ancaman meningkat, verbalisasi cepat.
d) Panik
1) Fisik: Nafas pendek. rasa
tercekik dan palpitasi sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah.
2) Kognitif : Lapangpersepsi sangat
menyempit tidak dapat berpikir logis.
3) Perilaku dan emosi: Agitasi,
mengamuk, marah ketakutan, berteriak, blocking, kehilangan kontrol diri,
persepsi datar.
5.Ukuran skala
kecemasan
Ukuran skala kecemasan
rentang respon kecemasan dapat ditentukan dengan gejala yang ada dengan
menggunakan Hamilton anxietas rating scale (Stuart & Sundeen,1991) dengan
skala HARS terdiri dari 14 Komponen yaitu :
1. Perasaan Cemas meliputi Cemas, takut, mudah tersinggung dan firasat buruk.
2. Ketegangan meliputi lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah, mudah
terkejut dan mudah menangis.
3. Ketakutan meliputi akan gelap, ditinggal sendiri, orang asing, binatang
besar, keramaian lalulintas, kerumunan orang banyak.
4. Gangguan Tidur meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidak puas,
bangun lesu, sering mimpi buruk, dan mimpi menakutkan.
5. Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk.
6. Perasaan depresi meliputi kehilangan minat , sedih, bangun dini hari,
berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah – ubah sepanjang hari.
7. Gejala somatic meliputi nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi gemertak, suara
tidak stabil.
8. Gejala Sensorik meliputi tinnitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat,
merasa lemas, perasaan di tusuk – tusuk.
9. Gejala kardiovakuler meliputi tachicardi , berdebar – debar, nyeri dada,
denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang
sekejap.
10. Gejala Pernapasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, merasa
napas pendek atau sesak, sering menarik napas panjang.
11. Gejala Saluran Pencernaan makanan meliputi sulit menelan, mual, muntah,
enek, konstipasi, perut melilit, defekasi lembek, gangguan pemcernaan, nyeri
lambung sebelum dan sesudah makan, rasa panas di perut, berat badan menurun,
perut terasa panas atau kembung.
12. Gejala Urogenital meliputi sering kencing, tidak dapat menahan kencing.
13. Gejala Vegetatif atau Otonom meliputi mulut kering, muka kering, mudah
berkeringat , sering pusing atau sakit kepala, bulu roma berdiri
14. Perilaku sewaktu wawancara meliputi gelisah, tidak tenang, jari gemetar,
mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek
dan cepat, muka merah
Adapun cara
penilaiannya adalah dengan sistem scoring yaitu :
·
Nilai 0 = Tidak ada
gejala
·
Nilai 1 = Gejala Ringan
(Satu gejala dari pilihan yang ada)
·
Nilai 2 = Gejala Sedang
(separo dari gejala yang ada).
·
Nilai 3 = Gejala Berat
(Lebih dari separo gejala yang ada)
·
Nilai 4 = Gejala Berat
Sekali (Semua gejala ada)
Bila :
·
Skor kurang dari 14 =
Tidak ada kecemasan
·
Skor 14 – 20 =
Kecemasan ringan.
·
Skor 21 – 27 =
Kecemasan sedang
·
Skor 28 – 41 =
Kecemasan berat
·
Skor 42 – 56 =
Kecemasan berat sekali
1.
Mekanisme koping
Ketika mengalami
kecemasan individu menggunakan bermacam-macam mekanisme koping untuk mencoba
mengatasinya dalam bentuk ringan, mekanisme koping, dapat diatasi dengan
menangis. tidur. tertawa, olah raga, melamun, dan merokok. Reaksi Orientasi
Pemecahan masalah
secara sadar yang berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari
situasi stres secara realistik, dapat berupa konstruktif atau destruktif :
1)
Perilaku menyerang (agresif), biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi
rintangan untuk memuaskan kebutuhan.
2)
Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber ancaman baik
secara fisik maupun psikologis.
3)
Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah tujuan atau
memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar